Cinta Monyet Buat Bebek *cerpen*


"Bebek!" Raska berteriak , memanggil sosok gadis yang berjalan cukup jauh di depannya.

Rista, gadi itu, menoleh sekilas, lalu melengos tanpa menghiraukan Raska. Raska mengerutkan kening , bingung. Dengan berlari kecil , dia menyusul gadis itu.

"Hei! Kok dipanggil cuek aja sih?" sapanya ketika sudah berjalan di samping Rista.

"Lagi males ngomong," jawab Rista ketus.

"Gak bales SMS semalem juga karena lagi males ngomong?"

"Gak."

"Terus? Berapa kali aku SMS gak ada yang kamu bales."

"Males ngetik," sahut gadis itu singkat.

Merasa ada yang tidak beres, Raska menahan tangan gadis itu. "Ada apa sih? Kamu marah?"

"Menurut kamu?" balas Rista.

"Iya. Kamu marah. Tapi kenapa? Aku bikin salah apa?"

Rista tersenyum sinis. "Gak kok, Nyet. Bukan kamu yang salah . Tapi aku . Aku udah ngarep banyak dari kamu!"

Alis Raska makin menyatu, bingung. "Maksudnya? Sumpah, aku gak ngerti."

Rista menatap Raska tajam. "Kamu emang gak pernah ngerti apa-apa," ucapnya. Lalu dia berjalan meninggalkan Raska yang masih diliputi kebingungan.
* * *

Raska membuka pintu kamarnya dengan gusar. Otaknya penuh memikirkan sikap aneh Rista. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada gadis itu. Dengan kesal, dia menghempaskan tubuh ke kasur. Matanya menatap langit-langit kamar, lalu berkeliling mengamati keadaan kamarnya. Sampai kemudian, mata itu menangkap satu benda di atas mejanya.

Refleks, Raska langsung bangkit duduk. Diamatinya benda itu dengan seksama. Sebuah kotak kecil yang telah dibungkus rapi dengan kertas kado dan pita kecil. Kado yang dibelinya seminggu yang lalu untuk ulang tahun Rista dan seharusnya diberikan... KEMARIN!

Raska menepuk jidatnya. Pantas Rista marah besar. Cewek mana yang tidak ngamuk jika cowok yang sudah 2 tahun menjadi pacarnya merupakan hari ulang tahunnya?

Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor ponsel Rista. Tidak ada jawaban. Diulangnya lagi. Masih tidak ada jawaban. Berkali-kali dia mencoba menghubungi gadis itu, tetap tidak ada jawaban. Dengan gusar, dilemparnya ponsel itu ke kasur, menyambar kunci motor, dan berlari keluar kamar.

"Mau ke mana, Kak?" tegur Ranti, adik perempuannya.

Raungan kencang mesin motor Raska yang menjawab teguran itu.
* * *

Rista duduk termenung di teras rumahnya, menikmati hembusan angin malam membelai lembut kulitnya. Langit malam ini tampak cerah. Bintang-bintang bertaburan menghiasi langit. Terdengar bunyi "tok-tok-tok" dari penjual nasi goreng keliling yang sedang melintasi rumahnya. Bertepatan dengan itu, perutnya mengeluarkan sirene tanda lapar. Rista tersenyum kecil, lalu bangkit berdiri, memanggil penjual nasi goreng itu.

"Satu porsi, pake telor," pesannya.

Penjual nasi goreng itu mengangguk sigap , lalu mengeluarkan perlengkapannya dan mulai beraksi menyiapkan pesanan Rista. Rista berlari kecil ke dalam rumahnya untuk mengambil piring, lalu kembali keluar.

Matanya terbalak kaget saat melihat Raska sudah berdiri di depan gerbang rumahnya, tepat di sebelah penjual nasi goreng. Rista hanya menatap cowok itu tanpa suara.

"Maaf..." ucap Raska pelan. "Aku udah ngelakuin kesalahan fatal. Sumpah, Bek. Aku gak sengaja. Gak mungkin aku sengaja lupa ultah kamu..."

"Udahlah, Ka..." balas Rista. "Lupain aja..."

Raska sedikit tersentak mendengar Rista memanggilnya "Ka" alih-alih "Nyet" seperti biasa. Belum sempat Raska bersuara, penjual nasi goreng lebih dulu menyela, mengabarkan nasi goreng pesanan Rista sudah siap. Rista mengambil nasi gorengnya, menyerahkan uang, lalu berniat masuk ke rumahnya. Namun, Raska lebih gesit menahan tangan gadis itu.

"Dengerin penjelasan aku dulu. Please..." pintanya.

"Penjelasan apa lagi? Semuanya udah cukup jelas. Kamu bukan Raska yang aku kenal dulu. Kehidupan kampus udah ngerubah kamu. Ngerubah semuanya. Kamu lebih banyak ngabisin waktu sama temen-temen baru kamu daripada sama aku. Kamu lebih suka nongkrong-nongkrong gak jelas daripada main ke rumah aku. Aku tau kehidupan kampu itu lebih menarik daripada SMA kemaren. Aku juga ngerasainnya. Tapi bukan berarti ngelupain hal lain kan? Aku masih pacar kamu! Atau itu juga udah berubah?"

"Gak, Bek! Kamu masih pacar aku. Aku sayang sama kamu. Aku bener-bener minta maaf atas kebodohan aku ini..."

"Sayang?" sinis Rista. "Ultah aku aja kamu LUPA! Aku gak minta kado. Aku gak minta surprise party. Aku cuma pengen kamu inget. Sekedar ucapan aja udah cukup. Tapi, jangankan ngasih ucapan, inget aja gak. Itu namanya sayang?"

Raska sudah membuka mulut, siap mengeluarkan pembelaan. Namun, kali ini Rista yang lebih cepat.

"Kita udahan aja deh. Biar kamu bisa lebih bebas nikmatin hidup kamu. Gak lagi terganggu sama kehadiran aku yang terlalu banyak nuntut sama kamu."

Raska terpaku. Dia ingin berteriak, menahan Rista. Tapi, tubuh dan mulutnya terasa kaku. Rista menatap cowok itu beberapa saat, lalu menunduk, menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. Lalu dia berjalan masuk, meninggalkan Raska yang masih berdiri diam bagai patung.
* * *

Raska kembali ke rumahnya dengan tampang kusut. Pikirannya benar-benar kalut. Teguran dari mamanya dan Ranti tidak dihiraukan. Dia terus berjalan menuju kamarnya, lalu mengunci diri. Dadanya penuh sesak oleh penyesalan. matanya panas, namun egonya sebagai lelaki melarang ada airmata yang keluar dari kedua mata itu.

Terdengar ketukan di pintu kamarnya, disertai panggilan Ranti. Raska tidak menyahut.

"Kak... kenapa sih? kalo ada masalah, coba cerita. Mungkin Ranti bisa bantu..."

"Gak papa, Dek. Kakak cuma capek..." balas Raska.

"Jangan bohong deh, Kak. Kenapa sih? Berantem sama Kak Rista ya ?"

Pintu kamar dibuka tiba-tiba. "Gak usah ikut campur! Tau apa sih kamu? Masih kecil juga!" bentak Raska. Kemudian pintu kembali dibanting hingga tertutup.

Ranti terdiam. Seraya menghela nafas pelan, dia berbalik untuk meninggalkan kamar Raska. Kemudian pintu kamar itu kembali dibuka. Raska menyerahkan kotak kecil, kado untuk Rista, pada Ranti.

"Buat kamu. Kalo gak suka buang aja. Maafin Kakak ya. Kakak cuma lagi pengen sendiri dulu..." ucap Raska, lalu kembali menutup pintu.

Ranti menatap kado di tangannya dengan bingung. Perlahan, dibukanya kotak itu. matanya terbalak melihat sebuah kalung berbandul huruf 'R' di dalamnya. Dia tau benar, itu kalung yang dibeli Raska untuk ulang tahun Rista.

"Kok belom dikasih?" lama otaknya berfikir. Kemudian sebuah pemahaman muncul diotak gadis itu. "Dasar Kakak..." ucapnya pelan seraya berjalan meninggalkan kamar Raska. Sebuah rencana sudah muncul di otaknya.
* * *

Rista tampak sedang melamun di depat TV ketika terdengar bunyi bel rumahnya. Malas-malasan, dia bangkit untuk melihat siapa yang datang bertamu sepagi ini. Matanya terbalak kaget saat melihat sosok Ranti.

"Pagi, Kak Ris. Maaf ya pagi-pagi udah ganggu..."

"Ngg... gak papa. Masuk yuk..." tawar Rista.

"Gak usah. duduk di luar aja. Ranti cuma bentar kok..."

Rista menurut. setelah keduanya duduk, Ranti menjelaskan maksud kedatangannya. "Ranti ke sini mau ngasih ini..." Ranti menyerahkan sebuah kotak kecil pada Rista. "Sekalian mau jelasin sesuatu."

Rista tidak mngembil kado yang disodorkan Ranti. matanya menyipit tajam. "Dia nyuruh kamu?"

Ranti menggeleng. "Kakak gak tau kalo aku ke sini," jawabnya. "Ranti tau ada yang gak beres sama hubungan kalian. Bukannya mau ikut campur. Tapi Ranti gak pengen hubungan kalian rusak cuma gara-gara sebuah kesalahpahaman..."

"Salah paham apa sih?" sinis Rista.

"Kakak gak ngelupain ultah Kak Ris kok. Kado ini udah di siapin seminggu sebelum ultah Kak Ris. Nih buktinya," Ranti menyerahkan kuitansi pembelian pada Rista. Rista mengamatinya tanpa komentar.

"Terus?" tanya Rista.

"Kak Ris kan tau sendiri kalo Kakak tuh gak terlalu peduli sama kalender. Dia inget Kak Ris mau ultah, tapi gak sadar waktu hari itu tiba. Apalagi sekarang-sekarang ini kan dia lagi sibuk nyiapin diri sama bandnya buat acara kampus..."

Rista menghela nafas. "Sama aja, Ran. Dia lupa..."

"Ranti yakin kalo kalian itu masih saling sayang. Coba sedikit buka hati Kak Ris buat maafin Kakak. Kak Ris gak rela kan hubungan kalian yang udah jalan 2 tahun lebih harus berakhir kayak gini?"

Rista tidak menjawab.

"Pikirin baik-baik, Kak..." ucap Ranti. Lalu gadis itu berdiri. "Ranti pulang dulu ya..."

Rista mengangguk pelan.
* * *

Acara Dies Natalies Kampus berlangsung cukup meriah. Selain diisi dengan pensi, juga ada bazaar. Stand baju, aksesoris, makanan, dan banyak lagi, bertebaran di serambi dekanat yang lumayan luas. Para mahasiswa/i juga ikut meramaikan hari peringatan itu.

Rista berdiri di sisi panggung, tempat para band yang akan tampil. Matanya berkali-kali melihat ke belakang panggung, mencari sosok Raska.

"Bek, eh... Ris..." Raska tiba-tiba sudah berdiri di belakang Rista. "Cari siapa sih sampe celingak-celinguk gitu?"

Rista yang sedikit kaget dengan kemunculan Raska, langsung salah tingkah. "Nyari Monyet..." jawabnya.

Gantian Raska yang kaget. "Kamu udah gak marah?"

Rista menggeleng. "Aku minta maaf karena kemaren gak mau dengerin penjelasan kamu. Aku udah denger semuanya dari Ranti..."

"Ranti?" Raska tampak tidak mengerti.

"Iya. Hari minggu kemaren dia ke rumah aku, jelasin semuanya. Sekalian ngasih ini..." Rista menunjukan sebuah kalung berbandul huruf 'R' yang tergantung di lehernya.

"Ohh..." hanya itu yang keluar dari mulut Raska.
"Maafin aku yaa..." pinta Rista. "Aku sayang kamu, Nyet..."

Raska menghela nafas pelan. "Aku juga sayang sama kamu. sayang banget. Tapi..." dia terdiam sejenak. "Tapi... kayaknya emang lebih baik kalo kita sendiri-sendiri dulu..."

Rista terperanjat. "Maksud kamu? Kita gak bisa sama-sama lagi?"

"Aku mau banget, pengen banget bisa sama-sama lagi, kayak dulu. 2 tahun kita gak mungkin ilang gitu aja. Tapi, kayak yang kamu bilang, aku terlalu asik sama dunia baru aku. Aku gak mau nanti nyakitin kamu lagi. Biar aja waktu yang jawab semuanya. Jodoh gak kemana kan?"

Mata Rista berkaca-kaca. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Raska langsung memeluk gadis itu. "Jangan nangis. Aku gak mau kamu nangis lagi gara-gara aku. Kamu tetep cewek itimewa buat aku..."

"Maafin aku, Nyet..."

Raska melepas pelukannya. "Gak perlu minta maaf. Aku yang salah..." ucapnya. "Aku tetep sayang kamu, Bebek..."

"Aku juga sayang kamu, Monyet jelek..."

Raska mengusap airmata Rista yang sudah mengalir. Lalu mengecup kening gadis itu sekilas. Tak lama kemudian terdengar panggilan untuk Raska dari belakang panggung.

"My show time..." ucap Raska sambil tersenyum kecil. lalu dia melangkah menuju belakang panggung, meinggalkan Rista.

"Good luck!" teriak Rista.

Raska mengacungkan tangannya tanpa menoleh. Dia tidak ingin gadis itu melihat matanya yang juga berkaca-kaca.

'Jodoh gak kemana...' batin Raska yakin.


-SELESAI-

0 komentar:

Post a Comment